Pemerintah bersama BI melangkah
lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan mengeluarkan Paket Kebijakan 27
Oktober 1988 (Pakto 88) yang menjadi titik balik dari berbagai kebijakan
penertiban perbankan 1971-1972. Pakto 88 adalah aturan paling liberal sepanjang
sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan. Pemberian izin usaha bank baru
yang telah diberhentikan sejak tahun 1971 dibuka kembali oleh Pakto 88.
Hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan.Reserve requirement bank lokal dari 15% menjadi 2%. Kebijakan Pakto tersebut menyebabkan peningkatan uang yang beredar di pasar.
Pakto 88 memberikan kemudahan untuk mendirikan bank swasta baru, memberikan izin bagi perusahaan asing untuk beroperasi di luar Jakarta, memberikan kemudahan bagi bank sehat untuk ekspansi (dengan cara memberikan kredit). Dengan kata lain, kebijakan Pakto 1988 merupakan kebijakan agresif untuk ekspansi.
Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, jumlah bank komersial naik 50 persen dari 111 bank pada Maret 1989 menjadi 176 bank pada Maret 1991. Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan juga semakin kompetitif.
Perusahaan yang diberikan kredit pun memiliki kesempatan untuk berkembang secara agresif. Pertumbuhan agresif perusahaan perusahaan di Indonesia menyebabkan tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah tahun 1988.
Hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan.Reserve requirement bank lokal dari 15% menjadi 2%. Kebijakan Pakto tersebut menyebabkan peningkatan uang yang beredar di pasar.
Pakto 88 memberikan kemudahan untuk mendirikan bank swasta baru, memberikan izin bagi perusahaan asing untuk beroperasi di luar Jakarta, memberikan kemudahan bagi bank sehat untuk ekspansi (dengan cara memberikan kredit). Dengan kata lain, kebijakan Pakto 1988 merupakan kebijakan agresif untuk ekspansi.
Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, jumlah bank komersial naik 50 persen dari 111 bank pada Maret 1989 menjadi 176 bank pada Maret 1991. Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan juga semakin kompetitif.
Perusahaan yang diberikan kredit pun memiliki kesempatan untuk berkembang secara agresif. Pertumbuhan agresif perusahaan perusahaan di Indonesia menyebabkan tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah tahun 1988.
Penyebabnya, walaupun uang yang beredar di masyarakat tinggi, namun sebagian besar digunakan untuk perusahaan. Dapat dilihat dari tingkat inflasi pada tahun-tahun tersebut yang relative lebih terkendali dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hal tersebut menandakan bahwa perusahaanlah yang memutar roda perekonomian.
Pertimbangan pemerintah adalah tahun 1988 dijadikan tahun untuk ekspansi dan tahun 1991 – 1994 untuk menguatkan perbankan Indonesia. Namun kebijakan yang terlalu bebas tersebut menyebabkan banyak pihak yang dirugikan karena tidak profesionalnya bank ( terutama dalam memberikan pinjaman kredit)
Dampak krisis ekonomi pada perekonomian
Indonesia.
Berbagai dampak Krisis Moneter timbul di Indonesia.
Krisis Moneter membawa dampak yang kurang baik bagi Indonesia, ini disebabkan
karena kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika
dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah tetap. Dampak yang
terlihat seperti : Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan
alasan tidak dapat membayar upah para pekerjanya. Sehingga menambah angka
pengangguran di Indonesia. Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang
naik cukup tinggi, yang mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat
barang-barang kebutuhan pokoknya. Utang luar negeri dalam rupiah
melonjak. Harga BBM naik.
Kemiskinan juga termasuk dampak krisis moneter. Pada
oktober 1998 jumlah keluarga miskin di perkirakan sekitar 7.5 juta.
Meningkatnya jumlah penduduk yang miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai
mata uang rupiah yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara
penghasilan yang berkurang akibat PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang
meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi.
Disaat krisis itu terjadi banyak pejabat yang
melakukan korupsi. Sehingga mengurangi pendapatan para pekerja yang lain.
Banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan Negara asing dengan
tingkat bunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban utang Negara.
Pada sisi lain merosotnya nilai tukar
rupiah juga membawa hikmah. Secara umum impor barang menurun tajam. Sebaliknya
arus masuk turis asing akan lebih besar, daya saing produk dalam negeri dengan
tingkat kandungan impor rendah meningkat sehingga bisa menahan impor dan
merangsang ekspor khususnya yang berbasis pertanian.
Dampak dari krisis moneter lebih banyak yang
negative dibandingkan dampak positifnya. Itu di karenakan krisis ini
mengganggu kesejahteraan masyarakat.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar